Harga Emas Rontok, Intip Nasib 6 Saham Emiten Emas Berikut Ini

Sempat begitu perkasa selama pandemi Covid-19 hingga menembus Rp1 juta per gram, emas kini justru perlahan mulai loyo. Harga yang terus melemah ini jelas disebabkan oleh banyak hal, tapi sedikit banyak juga mempengaruhi kinerja saham emiten emas di pasar modal yang tentunya jadi pertimbangan sendiri di kalangan investor.

Sekadar informasi, seperti dilansir Pegadaian, harga emas 24K produksi Antam dan emas UBS (diproduksi PT Untung Bersama Sejahtera) sama-sama terkoreksi bersamaan. Pada Selasa (23/3) kemarin, emas Antam turun dari Rp975 ribu per gram jadi Rp972 ribu per gram. Sementara emas UBS dari Rp924 ribu per gram jadi Rp914 ribu per gram.

Sehari kemudian tepatnya Rabu (24/3) pagi, emas Antam lagi-lagi melemah juga jadi Rp970 ribu per gram, sementara emas UBS mendarat di angka Rp913 ribu per gram. Kinerja harga emas yang tidak sekemilau saat wabah corona ini tentu menjadi perhatian para investor emas. Sudah pasti banyak yang memilih menyimpan logam mulia mereka atau justru menambah persediaan emas.

Baca juga: Apa itu Akses KSEI (Perlindungan Saat Sekuritas Saham Tutup Bubar)

Kenapa Harga Emas Terus Anjlok?

emas batangan
© goldbroker

Tren menurunnya harga emas ini tercatat sudah dimulai sejak November 2020 lalu, atau tepatnya saat Indonesia resmi memasuki resesi ekonomi. Di tahun 2021, emas memang sempat naik sedikit, tapi justru rontok lebih dalam. Kondisi muramnya emas ini disebut Ibrahim Assuaibi selaku Direktur PT TRFX Garuda Berjangka sebagai sesuai dengan pergerakan harga emas global.

Seperti dilansir CNN Indonesia, Ibrahim memaparkan bahwa kegiatan vaksinasi di seluruh dunia yang semakin masif dianggap sebagai percepatan pemulihan ekonomi. Hal ini membuat sentimen pasar makin positif dan akhirnya investor mulai beralih dari aset-aset safe haven seperti emas, ke aset yang lebih berisiko, sehingga minat dan harga emas mulai menurun.

Ibrahim menambahkan kalau bukan tak mungkin harga emas global bakal anjlok hingga US$1.600 per troy ons, kembali seperti sebelum pandemi Covid-19. Kalau demikian, bisa saja emas-emas Antam mencapai level di bawah Rp800 ribu per gram pada akhir tahun ini.

Kontan melaporkan bahwa turunnya harga emas ini berhubungan langsung dengan kinerja saham emiten emas. Dalam sebulan terakhir, harga saham gabungan emiten produsen emas ini sudah rontok 23%. Ada tiga emiten yang paling muram yakni ANTM, MDKA dan SQMI. Seperti apa performa mereka di pasar modal BEI (Bursa Efek Indonesia)? Intip ulasannya.

Mengintip Kinerja Saham-Saham Emiten Emas di Bursa Indonesia

1. ANTM – PT Aneka Tambang Tbk

pintu masuk tambang emas Antam
© sindonews

Sama seperti harga emas yang melambung saat pandemi Covid-19, harga lembaran saham ANTM juga mengalami tren positif di sepanjang tahun lalu, hingga awal 2021. Sekadar informasi, ANTM sempat berada di level 416 (26 Maret 2020) dan mendarat di level 1.935 (30 Desember 2020). Bahkan sekalipun resesi ekonomi, ANTM sempat ada di 1.240 (9 November 2020).

Baca juga: Cara Membeli Saham IPO di Indo Premier serta Ketentuannya

Selama tiga bulan pertama tahun 2021, ANTM mencatat titik tertingginya pada 20 Januari lalu yakni di level 3.190. Namun seiring dengan pemulihan ekonomi, ANTM kemudian berangsur-angsur melemah hingga anjlok ke level 2.220 (29 Januari). Kinerja saham emiten emas milik pemerintah ini terus menurun di sepanjang bulan Februari hingga Maret saat ini.

Pada penutupan hari Selasa (23/3) sore kemarin, ANTM sempat menguat 10 poin (0,44%) jari 2.270. Meskipun harga emas 24K terus melemah dan berpengaruh ke nilai saham ANTM, tetap saja anak perusahaan pertambangan Inalum ini tetap dianggap sebagai salah satu blue chip di BEI.

2. MDKA – PT Merdeka Copper Gold Tbk

Jika ANTM melaporkan kinerja keuangan positif pada 2020 yakni laba bersih perusahaan meroket hingga 492,9% secara tahunan dari Rp193,85 miliar jadi Rp1,14 triliun, kondisi berbeda dialami MDKA. Laba bersih mereka justru dilaporkan menurun sebesar 13,6% pada September 2020. Omzet perusahaan pun juga terkoreksi 8,5% di periode yang sama.

Kendati demikian, perusahaan yang berdiri tahun 2012 ini tetap mencatatkan MDKA di zona hijau dalam setahun terakhir. Berada di level 960 pada 24 Maret 2020, MDKA sempat jadi 2.050 (7 Agustus 2020) dan tertinggi di level 2.770 (21 Desember 2020), sebelum akhirnya berhenti di 2.430 (30 Desember 2020). Selama tiga bulan pertama tahun 2021, MDKA terus naik-turun bergantian.

Namun MDKA berhasil mencapai level tertinggi di 2.840 pada 1 Maret 2021. Meskipun akhirnya nilai saham emiten emas yang satu ini ditutup terkoreksi 30 poin (1,27%) pada hari Selasa (23/3) sore kemarin ke level 2.340 per lembar saham.

3. SQMI – PT Wilton Makmur Indonesia Tbk

area PT Wilton Makmur Indonesia Tbk
© Wilton

Daftar saham emiten emas berikutnya yang terkena dampak penurunan logam mulia ini di tahun 2021 adalah SQMI. Anak perusahaan Wilton Resources Corp yang memang fokus pada industri pertambangan emas di regional Asia. Berbeda dengan dua emiten sebelumnya, kinerja keuangan perusahaan SQMI masih tercatat rugi bersih per September 2020 yang sebesar Rp44,85 miliar.

Baca juga: Sejarah Jakarta Islamic Index (JII) dan Indeks Saham Syariah Indonesia (ISSI)

Namun kerugian itu jaruh lebih baik daripada periode sama di tahun 2019 yang menembus Rp145,17 miliar. Dilaporkan BEI pada Februari 2021, SQMI tengah membangun pabrik pengolahan emas di Ciemas, Sukabumi, Jawa Barat dengan kapasitas 500 ton per hari. Dalam kurun waktu setahun terakhir, SQMI memulai perjalanan di BEI pada level 220 (24 Maret 2020).

Pencapaian terbaik SQMI justru di akhir tahun yakni 388 (23 Desember 2020). Setelah itu tahun berganti, kinerja SQMI justru mulai menurun hingga jadi 290 (28 Januari 2021). Kendati perlahan mulai bangkit, SQMI justru ditutup melemah enam poin (1,96%) pada Selasa (23/3) sore dan berada di level 300.

4. UNTR – PT United Tractor Tbk

Saham emiten emas berikutnya yang layak diperhatikan adalah UNTR. Distributor peralatan berat terbesar di Indonesia ini melaporkan kalau kinerja UNTR berada di zona hijau dalam waktu terahun terakhir. Anah perusahaan Astra International ini mengawalinya di level 13.975 (24 Maret 2020) dan meraih titik tertinggi pada level 28.275 (21 Desember 2020).

Sama seperti emiten-emiten emas lainnya, UNTR mulai rontok ketika memasuki tahun 2021 dan mencatatkan tren menurun. Sempat ada di 27.275 (8 Januari 2021), UNTR dilaporkan melemah 175 poin (0,81%) dan mendarat di level 21.450 pada Selasa (23/3) sore kemarin.

5. HRTA – PT Hartadinata Abadi Tbk

outlet perhiasan HRTA
© HRTA

Masih masuk kategori zona hijau, emiten HRTA juga layak disimak pergerakannya. Sekadar informasi, PT Hartadinata Abadi Tbk adalah perusahaan yang bergerak di dalam bidang industri manufaktur dan perdagangan perhiasan emas. Bahkan pada Oktober 2020, dilaporkan kalau HRTA siap menambah 65 toko perhiasaan dan unit gadai baru.

Pergerakan saham HRTA memang di zona hijau dalam setahun terakhir. Ada di level 208 (24 Maret 2020), HRTA sempat anjlok jadi 187 (1 Oktober 2020) dan melambung sampai 290 (8 Desember 2020). Namun seperti emiten emas lain, HRTA juga mengalami tren penurunan di tahun 2021 kendati sempat ada di level 242 (8 Februari 2001). HRTA ditutup menguat dua poin (0,93%) pada Selasa (23/3) sore jadi 218.

6. PSAB – PT J Resources Asia Pasific Tbk

Saham emiten emas terakhir yang terpengaruh tren penurunan harga emas global adalah PSAB. Bahkan jika dibandingkan, emiten dengan bidang usaha utama pertambangan emas ini justru berada di zona merah. Dalam setahun terakhir, PSAB memulai langkahnya di level 220 (24 Maret 2020) dan berhasil mencatat titik tertinggi 292 (21 dan 28 Desember 2020).

Baca juga: Belajar Saham, Mengenal Pasar Modal Syariah di Indonesia

Sejak saat itu, PSAB selalu terkoreksi hingga mencapai 192 (28 Januari 2021). Posisi terbaik PSAB selama tiga bulan terakhir adalah 252 (1 Maret 2021). Kemudian pada penutupan hari Selasa (23/3) sore kemarin, nilai saham perusahaan yang berdiri tahun 2002 ini lagi-lagi terkoreksi enam poin (2,91%) dan berada di level 200.

Kesimpulan

Jika melihat pergerakan saham emiten emas di atas, tentu tren mereka sama yakni menurun dalam kurun waktu tiga bulan terakhir. Sesuai dengan pergerakan emas internasional, ini tentu bisa jadi pertimbangan Anda sebagai investor. Melihat bahwa emas adalah aset safe haven jangka panjang, tentu tak masalah kalau melakukan diversifikasi lewat emiten logam mulia ini.

  • Leverage 1:500
  • Min Deposit : $25
  • 50% Bonus setiap deposit
  • Perlindungan Saldo Negatif
  • Spread mulai 0,7 Pips
  • Platform: Metatrader MT4, MT5
  • Regulasi: IFSA (St. Vincent Grenadines)
  • Copy Trading
  • Akun Islami
  • Kontes !
  • Broker Forex & CFD Teregulasi Internasional
  • Min Deposit $100 ( Akun Standar )
  • Leverage hingga 1:3000
  • Platform Trading MT4,MT5, dan Terminal Trading
  • Bebas Biaya Komisi
  • Bonus $5 untuk pengguna akun baru
  • Tersedia akun Cen, Mikro dan Standar

Disclaimer On.

Pandangan diatas merupakan pandangan dari Sahamtop.com, Kami tidak bertanggung jawab terhadap keuntungan dan kerugian kamu sebagai investor dalam transaksi. Keputusan tetap ada pada Investor.

Tinggalkan komentar