BAB 5. Saham Undervalued dan Nilai Intrinsik dalam Value Investing

Ada yang bilang bahwa dunia saham itu selayaknya untung-untungan. Jika memang sedang hoki, maka Anda bisa meraup cuan dalam jumlah besar bahkan berlipat ganda dari modal. Namun ketika sedang bernasib sial, bisa saja kehilangan modal karena saham yang dibeli mendadak anjlok harganya.

Hal-hal seperti itulah yang kadang membuat banyak orang masih pikir-pikir panjang jika hendak menanamkan uang ke pasar modal. Beberapa orang sampai ada yang menuding kalau investasi saham ini adalah kegiatan judi. Kok begitu?

Karena Anda bisa mendapatkan dan kehilangan uang berjumlah besar, dalam waktu satu malam.

Apakah memang seperti itu? Apakah memang dunia saham cuma mengandalkan hoki dan insting semata?

Jawabannya adalah tidak!

Investasi saham bukanlah kegiatan yang cuma mengandalkan hoki semata. Pun pasar modal tidaklah sama dengan kasino-kasino di mana judi digelar. Investasi saham adalah kegiatan yang membutuhkan strategi dan perhitungan mantap.

Apalagi kalau Anda berharap meraup cuan fantastis seperti Warren Buffett yang menjadi salah satu orang terkaya di dunia lewat saham, maka value investing adalah jawabannya.

Baca juga: BAB 1. Value Investing, Strategi Investasi Ala Warren Buffett

Yap, strategi yang ditemukan oleh investor legendaris sekaligus guru dari Buffett yakni Benjamin Graham itu, membuktikan kalau investasi saham bukanlah kegiatan main-main.

Ada banyak sekali laporan keuangan yang harus dipahami termasuk memperhitungkan rasio dasar fundamental, sebelum akhirnya memutuskan membeli saham di salah satu emiten.

Lewat berbagai perhitungan dan analisa teliti itulah, seorang value investor mampu membuat keputusan tepat.

Keputusan mengenai kapan harus membeli saham dan kapan harus menjual saham agar tetap cuan. Penasaran seperti apa? Simak ulasan lengkapnya berikut ini!

Memahami Saham Undervalued

logo IDX
© jakpost.net

Di kalangan investor pemula, strategi value investing mungkin tidak terlalu populer. Padahal strategi ini bisa membuat Anda menemukan saham-saham yang tengah dalam kondisi ‘salah harga’ dan menjualnya dalam harga normal ketika pasar modal sudah stabil.

Tentunya fakta ini sangatlah tepat untuk diterapkan dalam pandemi Covid-19 seperti saat ini, lantaran bursa saham bergejolak dan banyak saham bluechip anjlok.

Hanya saja dalam value investing, nilai sebuah saham tidak dilihat dari nominal mahal atau murah saja.

Ada banyak sekali indikator yang harus jadi perhatian termasuk dengan laporan-laporan keuangan perusahaan emiten.

Melalui berbagai rasio dasar fundamental yang sebelumnya sudah kita bahas, seorang value investor akan bisa menentukan kapan saham itu disebut undervalued atau dalam kondisi kelewat murah.

Satu hal yang menjadi prinsip seorang value investor adalah, mereka tidak semata langsung membeli saham dengan fundamental bagus.

Kenapa begitu? Karena ada banyak saham dengan fundamental bagus justru memiliki harga relatif mahal alias overvalued.

Cara Mengetahui Harga Saham Kelewat Mahal atau Murah

Sejauh ini, mayoritas para investor di bursa saham (hingga 90%) cuma fokus memperhatikan naik-turunnya harga saham tanpa melihat nilai sebenarnya dari perusahaan.

Padahal mengetahui nilai perusahaan sangatlah penting, untuk mengetahui apakah harga saham emiten itu terlalu mahal atau terlalu murah.

Untuk bisa tahu real value dari perusahaan, diperlukanlah nilai pembanding atau nilai intrinsik (instrinsic value). Seperti apa asih itu? Agar lebih mudah, perhatikan contoh dua perusahaan berikut ini:

HARGA SAHAMNILAI INTRINSIK
PERUSAHAAN A1.0002000
PERUSAHAAN B500700

Dari contoh di atas, mungkin mayoritas investor (terutama pemula) yang tidak memahami strategi value investing, akan menilai kalau harga saham perusahaan B lebih murah karena sebesar Rp500, sementara perusahaan A sampai Rp1.000.

Padahal kondisi tidak tepat karena setelah dihitung, nilai intrinsik perusahaan A mencapai Rp2.000 sementara perusahaan B hanya Rp700.

Baca juga: BAB 2. Memahami Mindset Sang Value Investor

Sehingga kalau disimpulkan dari kacamata value investor, harga saham perusahaan A justru jauh lebih murah daripada perusahaan B.

Kok bisa begitu? Karena saham perusahaan A dijual jauh lebih rendah daripada nilai intrinsik. Dengan demikian artinya, saham perusahaan A, tengah dalam kondisi undervalued. Sementara dengan perusahaan B? Mungkin itu termasuk salah satu kategori penny stock.

Saham Undervalued Bukan Saham Murahan

ilustrasi saham gorengan
© easystockloans.com

Mindset yang sangat penting dan wajib dipegang seorang value investor adalah bersikap sabar dan rasional.

Kedua perilaku ini menjadi ciri khas strategi value investing, terutama saat hendak membeli saham. Di mana untuk bisa tetap rasional, Anda haruslah dapat membedakan saham yang tengah undervalued dan saham murahan atau gorengan (penny stock).

Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, saham undervalued ini dimiliki oleh emiten-emiten dengan fundamental bagus tapi tengah dalam kondisi harga saham kelewat murah. Apa yang membuat saham-saham itu berharga rendah oleh pasar? Besar kemungkinan karena faktor non-fundamental seperti sentimen negatif sesaat.

Kondisi banyak saham undervalued sempat terjadi saat pandemi Covid-19 mulai melanda seluruh dunia pada bulan Maret lalu. Di mana sejak Maret-Mei 2020 kemarin, ada beberapa saham bluechip justru dalam situasi salah harga. Tentu bagi seorang value investor, itu adalah saat yang tepat untuk berbelanja saham-saham undervalued.

Hanya saja Anda haruslah tetap teliti dalam menentukan saham-saham berharga murah. Karena di bursa saham, ada emiten yang memang tengah undervalued, tapi ada juga yang merupakan saham gorengan.

Saham-saham gorengan ini jelas mempunyai kondisi yang jauh berbeda dari saham undervalued. Karena saham gorengan berasal dari emiten dengan fundamental jelek seperti perusahaan selalu saja merugi, ekuitas yang tidak tumbuh hingga arus kas negatif terus.

Tak hanya itu saja, saham-saham gorengan juga memiliki kualitas manajemen perusahaan yang buruk dan tidak transparan.

Sehingga sekalipun harganya memang sangat rendah, sangat tidak dianjurkan untuk dibeli untuk menjadi pilihan investasi Anda.

Memahami Intrinsic Value

contoh grafik Intrinsic Value
© stockbullets.com

Dari penjelasan di atas bisa ditarik kesimpulan bahwa sebuah saham dikatakan kelewat murah saat harganya jauh di bawah nilai intrinsik. Tentu Anda penasaran, dari tadi nilai intrinsik selalu dibahas. Tapi apa sih sebetulnya nilai intrinsik itu?

Nilai intrinsik adalah nilai kekayaan bersih perusahaan ketika ditambah dengan total keuntungan alias laba yang bisa diraih ke depannya.

Bingung?

Mari kita ambil contoh bisnis restoran cepat saji.

Disebutkan restoran cepat saji yang Anda kelola mempunyai ekuitas Rp300 juta dan mampu menghasilkan laba bersih Rp50 juta per tahun.

Lalu kemudian ada investor yang menawarkan uang Rp300 juta (senilai ekuitas), apakah Anda bersedia melepaskan kepemilikan bisnis restoran itu kepada investor? Tepat jika Anda berkata tidak.

Baca juga: BAB 3. Inilah Senjata Utama Value Investor

Kok bisa begitu? Karena artinya ketika restoran itu sudah berpindah ke tangan sang investor, Anda memang memperoleh uang setara ekuitas, tapi tidak akan lagi bisa memperoleh keuntungan bersih tahunan sebesar Rp50 juta.

Sehingga Anda sebagai pemilik restoran, harus melakukan negosiasi dengan investor lantaran nilai intrinsik restoran cepat saji di atas Rp300 juta.

Cara Tepat Menghitung Intrinsic Value

perbandingan price - value
© insideinvest.com.sg

Dari contoh restoran cepat saji di atas, memang disinggung kalau nilai intrinsik perusahaan mencapai lebih dari Rp300 juta.

Hanya saja, sebetulnya berapa perhitungan yang tepat untuk nilai intrinsik? Cara yang paling mudah dan paling sering dipilih value investor adalah dengan menambahkan nilai ekuitas dengan total laba bersih selama beberapa tahun ke depan (rata-rata lima tahun).

Sehingga kalau restoran Anda meraih keuntungan bersih Rp50 juta per tahun, maka dalam lima tahun akan bisa meraup sekitar Rp250 juta.

Sehingga akhirnya Anda bisa mengetahui nilai intrinsik atau harga wajar dari bisnis restoran, yakni ekuitas ditambah akumulasi laba bersih, atau Rp300 juta+Rp250 juta=Rp550 juta.

Dengan begitu, harga wajar yang bisa Anda tawarkan kepada investor adalah Rp550 juta, alih-alih Rp300 juta. Nah, itu untuk penyelesaian harga wajar restoran. Lantas bagaimana jika ingin mengetahui harga saham yang wajar dari bisnis restoran cepat saji tersebut?

Tentu supaya tahu harga saham, maka bisnis restoran cepat saji Anda haruslah menjadi perusahaan publik dan melantai di bursa saham.

Andaikan saja Anda menjual satu juta lembar saham, maka jika dari informasi harga wajar yang ada, nilai intrinsik per lembar saham adalah Rp550 juta : 1 juta lembar saham = Rp550.

Dalam kondisi demikian, bisa disimpulkan kalau harga saham restoran yang ada jauh di bawah Rp550 seperti misalnya Rp200 atau Rp150, maka tengah dalam kondisi undervalued.

Sementara sebaliknya kalau harga saham melambung hingga Rp800, artinya sedang overvalued. Hanya saja satu hal yang harus dipastikan, bisnis restoran itu wajib mempunyai fundamental yang baik.

Besaran Nilai Intrinsik Tidak Selalu Tetap

Jika Anda berpikir nilai intrinsik bakal selalu tetap dan sama, maka jawabannya adalah tidak. Karena bisa saja bisnis restoran cepat saji itu mengalami peningkatan laba bersih di tahun berikutnya, yang tentunya mempengaruhi nilai ekuitas jadi lebih dari Rp300 juta. Kalau memang begitu, maka nilai intrinsik saham juga akan melambung lebih dari Rp550 per lembar saham.

Baca juga: BAB 4. Rasio Dasar Fundamental yang Wajib Diperhatikan Value Investor

Hal sebaliknya juga terjadi saat bisnis restoran itu malah merugi, atau dikelola secara tidak tepat. Lantaran merugi itulah, sudah bisa dipastikan kalau restoran tak akan memiliki nilai intrinsik.

Kondisi seperti ini juga kerap dialami oleh emiten-emiten di BEI (Bursa Saham Indonesia). Sehingga sebagai seorang investor, Anda haruslah mencari perusahaan yang konsisten meraih laba dan mengalami peningkatan ekuitas, supaya nilai wajar perusahaan bisa ditetapkan.

Kesimpulan

Dengan memahami kapan saham dikatakan undervalued atau overvalued, maka Anda bisa mengetahui nilai wajar perusahaan dan tidak keliru dalam menjual atau membeli saham.

Hal inilah yang akhirnya membuat seorang value investor jauh lebih tenang saat kondisi pasar tengah bergejolak. Karena fokus mereka bukan pada naik-turunnya harga saham saja, tapi juga nilai perusahaan.

Berbeda jika Anda tidak menerapkan value investing, maka akan mudah gelisah saat harga saham mendadak anjlok.

Untuk itulah ketika Anda sudah memilih value investing, maka Anda tak harus selalu memantau bursa saham seperti layaknya para trader. Lantaran jauh lebih santai dan tenang, value investing adalah pilihan cocok bagi Anda yang ingin berinvestasi saham secara aman.

Sumber informasi penulisan: rivankurniawan.com

  • Leverage 1:500
  • Min Deposit : $25
  • 50% Bonus setiap deposit
  • Perlindungan Saldo Negatif
  • Spread mulai 0,7 Pips
  • Platform: Metatrader MT4, MT5
  • Regulasi: IFSA (St. Vincent Grenadines)
  • Copy Trading
  • Akun Islami
  • Kontes !
  • Broker Forex & CFD Teregulasi Internasional
  • Min Deposit $100 ( Akun Standar )
  • Leverage hingga 1:3000
  • Platform Trading MT4,MT5, dan Terminal Trading
  • Bebas Biaya Komisi
  • Bonus $5 untuk pengguna akun baru
  • Tersedia akun Cen, Mikro dan Standar

Disclaimer On.

Pandangan diatas merupakan pandangan dari Sahamtop.com, Kami tidak bertanggung jawab terhadap keuntungan dan kerugian kamu sebagai investor dalam transaksi. Keputusan tetap ada pada Investor.