Awas! 5 Perilaku ini Bisa Menjadi Ancaman Bagi Investasi Anda

Investasi saat ini bukan hanya sekadar sebuah pilihan untuk mengelola keuangan menuju kebebasan finansial. Yap, investasi sudah menjadi lahan bisnis menjanjikan untuk memperoleh banyak cuan dengan cara menjadi seorang investor profesional.

Bukan tanpa alasan, karena siapa sih yang tak ingin meraup keuntungan seperti Warren Buffett, investor terkaya dan tersukses sepanjang sejarah dunia? Tentu akan banyak yang bersedia. Hanya saja untuk bisa seperti Buffett bukanlah sesuatu yang mudah. Selain harus paham dunia investasi, Anda pun harus memiliki perilaku yang stabil dan tepat.

Baca juga: 7 Tips Investasi Bagi Wanita Milenial, Bagaimana Caranya?

Tak banyak yang sadar bahwa bagaimana perilaku seorang investor, memiliki pengaruh yang cukup besar dalam berinvestasi. Kok bisa begitu? Karena pada dasarnya setiap investor pasti mendambakan keuntungan besar dari dana yang sudah mereka tanamkan. Namun karena terlalu fokus pada keuntungan-keuntungan itu, investor kadang lupa bahwa investasi merupakan kegiatan yang sangat berisiko.

Banyak Investor Gagal Karena Perilakunya Sendiri

perilaku pengaruh investasi © slidesgo/Freepik
© slidesgo/Freepik

Tentu jika membahas perilaku seorang investor, sudah pasti berkaitan dengan hal-hal psikologis dalam diri seorang manusia. Dan rupanya, hal-hal psikologis ini memiliki pengaruh yang sangat kuat saat seorang investor membuat keputusan investasi.

Seperti yang diketahui, seorang investor haruslah bisa mengambil keputusan yang tepat dalam waktu singkat. Salah sedikit atau terlambat ambil keputusan, bisa-bisa kesempatan meraup cuan musnah begitu saja. Dan ternyata, keputusan-keputusan investasi yang keliru ini kerap disebabkan oleh faktor internal seputar psikologis seperti ketakutan dan kecemasan.

Hal-hal psikologi itulah yang diungkapkan Michael M.Pompian dalam bukunya berjudul Behavioral Finance and Wealth Management. Dalam penjelasannya, Pompian memaparkan bahwa ada dua aspek psikologis utama yang memberikan pengaruh besar kepada seorang investor dalam mengambil keputusan investasi.

Aspek pertama adalah bias kognitif yang merupakan kesalahan dalam berpikir, mengingat dan menilai informasi yang dimiliki investor. Sehingga karena bias kognitif ini, investor membuat realitas sosial subyektif berdasarkan persepsi diri sendiri. Sementara aspek kedua adalah bias emosi yang cenderung menentukan keputusan berdasarkan perasaan, alih-alih fakta ekonomi yang ada.

Tentu saja kedua jenis bias ini akan sangat merugikan seorang investor. Namun sebagai manusia yang tidak mungkin bisa menghindari semua bias kognitif dan emosi, diperlukan pengendalian diri yang kuat dan beberapa strategi khusus, untuk mengatasi perilaku negatif yang bisa membuat keputusan investasi jadi runyam tersebut.

Baca juga: 10 Investor Saham Paling Sukses yang Bisa Dijadikan Role Model Investasi

Inilah 5 Perilaku yang Mengancam Kegiatan Investasi

Disebutkan sebelumnya bahwa ada dua aspek utama dalam hal psikologis yang memberikan pengaruh besar ke keputusan investasi. Di mana kedua aspek itu memiliki hal-hal negatif yang dapat membuat investasi Anda berpeluang merugi. Seperti apa? Berikut penjelasan beberapa perilaku di antaranya yang harus Anda hindari:

1. Confirmation Bias

© vectorpouch/Freepik
© vectorpouch/Freepik

Confirmation Bias merupakan contoh aspek kognitif, karena membuat investor cenderung cuma mau mengumpulkan informasi yang mendukung pendapatnya.

Sehingga dengan demikian, investor mengabaikan informasi yang bertentangan dengan pandangannya sekalipun pada kenyataannya benar dan bermanfaat. Fenomena psikologis ini kerap terjadi tanpa disadari sehingga membuat keputusan investasi tidak maksimal.

Contoh termudah adalah ketika Anda membeli saham perusahaan B, lalu mendengar kabar burung bahwa perusahaan itu bakal bangkrut. Sebagai investor Anda tentu cemas dan memilih untuk menjual saham dengan memperbanyak informasi. Hanya saja Anda cuma membaca informasi yang menguatkan kebangkrutan perusahaan B.

Padahal ada berita lain yang menyebutkan kalau perusahaan B hendak mengeluarkan produk baru yang diprediksi bisa mengembalikan kinerja perusahaan dalam waktu setahun. Tapi karena Anda sudah terlalu banyak membaca informasi yang menguatkan potensi kebangkrutan perusahaan B, Anda pun memilih untuk menjual seluruh saham di waktu yang singkat.

Padahal ternyata setahun kemudian, saham perusahaan B melambung hingga sepuluh kali lipat dari harga semula. Tentu Anda cuma bisa meratapi kebodohan, bukan? Kondisi inilah yang disebut dengan Confirmation Bias dan menurut Peter Lazaroff selaku perencana keuangan Amerika Serikat, merupakan sebuah kesalahan investasi yang terjadi karena mengandalkan informasi berat sebelah dalam menentukan keputusan.

Karena itulah supaya terhindar dari Confirmation Bias, ada baiknya kalau Anda juga memperbanyak gagasan alternatif yang bertentangan dengan pandangan Anda hingga meminta pendapat ahli, supaya dapat melakukan penilaian subyektif dan berpikiran terbuka.

2. Loss Aversion Bias

© Daniel on Dribbble
© Daniel on Dribbble

Loss Aversion Bias masuk dalam aspek emosi yang menggiring seorang investor memiliki perasaan kalau kerugian investasinya lebih besar daripada keuntungan, sehingga memilih mempertahankan instrumen investasinya tersebut. Loss Aversion Bias ini kerap terjadi saat investor enggan merasakan kepedihan lantaran merugi, tanpa menyadari kalau potensi keuntungannya cukup besar dalam jangka panjang.

Contoh termudah adalah saat Anda berpikir lebih baik tidak kehilangan Rp100 ribu, daripada menemukan Rp100 ribu yang baru. Karena itulah Loss Aversion Bias banyak dialami investor yang sering memeriksa portfolio investasinya. Tak heran kalau investor dengan kecenderungan Loss Aversion Bias lebih aman memilih investasi dengan risiko kecil, meskipun keuntungannya kecil pula.

Kalau Anda adalah seorang investor jangka panjang, mungkin lebih memilih mengalokasikan dana ke aset berisiko karena fokusnya adalah kinerja aset dalam waktu lama, alih-alih jangka pendek. Untuk itulah mereka lebih memilih menahan portfolio dan tidak serampangan menjual aset, karena dalam jangka panjang, investasi lebih berpeluang mendulang untung. Sehingga dengan demikian, potensi Loss Aversion Bias bisa dihindari.

3. Disposition Effect Bias

© creativemarket
© creativemarket

Disposition Effect Bias datang dari sebuah penelitian panjang, di mana terdapat fenomena para investor yang cenderung menjual instrumen yang nilainya tengah naik, daripada yang tengah turun. Lantaran itulah, investor memilih melepas investasi yang tidak lagi menguntungkan dan terlalu cepat menjual investasi yang sedang menguntungkan, supaya bisa menutupi kerugian.

Baca juga: Belajar Saham, Pengetahuan Dasar Investasi Saham, Yuk Pahami!

Padahal tanpa disadari, investasi yang tengah menguntungkan dan nilainya naik itu masih belum mencapai titik tertinggi, sehingga saat sudah ada di puncak, Anda yang menjual investasi itu terlebih dulu, bakal merugi. Karena memang tak bisa dipungkiri bahwa Disposition Effect Bias terjadi akibat sifat alamiah mausia yang cenderung ogah rugi.

Contoh termudah dari Disposition Effect Bias adalah ketika Anda memiliki dua emiten saham yang mana masing-masing bernilai Rp1 juta. Saat waktu berjalan, saham pertama melambung jadi Rp1,5 juta, sementara yang lainnya anjlok jadi Rp800 ribu. Mayoritas investor justru memilih menjual saham Rp1,5 juta, alih-alih yang Rp800 ribu, lantaran fokus pada keengganan menerima kekalahan.

4. Hindsight Bias

© Vexels
© Vexels

Sebagai bagian dari aspek kognitif, Hindsight Bias memperlihatkan kecenderungan perilaku investor yang cuma mengingat dan melebih-lebihkan keberhasilan investasinya di masa lalu, tapi melupakan kalau pernah gagal. Lantaran terlalu lebay menilai kemampuan diri, investor haruslah berhati-hati dengan Hindsight Bias ini karena bisa mempengaruhi perilaku investasi.

Jika terlalu berpegangan pada Hindsight Bias, seorang investor jelas tak bisa menerima pengalaman kegagalannya untuk dijadikan sebuah pembelajaran di masa depan, karena merasa sudah menguasai pasar berkat kesuksesan yang pernah terjadi. Tak heran kalau Hindsight Bias membuat investor terlalu percaya diri lantaran mereka memilih sebuah aset investasi bukan dari kinerja keuangan, tapi alasan pribadi yang lebih cenderung subyektif.

5. Trend-Chasing Bias

© BSGStudio/Free Vectors
© BSGStudio/Free Vectors

Trend-Chasing Bias adalah perilaku negatif yang paling banyak dialami para investor, dan justru menggiring mereka ke jurang kerugian.

Sebagai bagian dari aspek kognitif, Trend-Chasing Bias membuat para investor merasa bisa memprediksi masa depan berdasarkan apa yang telah terjadi di masa lalu. Padahal menurut para peneliti Behavioral Finance, dalam dunia investasi pada dasarnya tidak ada pengaruh kinerja masa lalu atas hasil di masa depan.

Cukup mencemaskan karena pelaku pasar lebih suka mendeteksi pola dan tren investasi, lalu begitu meyakini validitasnya. Kendati memang pola pasar bisa dideteksi, tetap saja kondisi pasar sebenarnya sebetulnya sulit diprediksi dan sangatlah random.

Anda haruslah waspada karena banyak emiten yang memanfaatkan Trend-Chasing Bias dengan melebih-lebihkan kinerja cemerlang mereka di pasa lalu, supaya banyak investor terpikat.

Buruknya perilaku Trend-Chasing Bias dikemukana oleh studi Universitas California, di mana para investor yang membuat keputusan investasi dari kinerja aset di masa lalu, justru berpeluang besar mencapai hasil paling mengecewakan.

Lantas bagaimana agar terhindar dari Trend-Chasing Bias? Ada baiknya Anda mengikuti saran Buffett untuk melakukan value investing, yakni melakukan pembelian saham saat pihak lain takut dan menjualnya saat banyak orang percaya diri.

Baca juga: Jenis Reksa Dana Syariah Tanpa Riba yang ada di Indonesia

Kesimpulan

Tentunya melihat ulasan perilaku di atas, terbukti kalau hal-hal psikologis memiliki dampak cukup signifikan dalam sukses tidaknya seorang investor. Lantas, apakah ada yang bisa dilakukan untuk menghindari jebakan emosi manusia itu? Tentu saja ada yakni dengan senantiasa bersikap tenang dan memahami betul dunia investasi.

Semakin banyak ilmu yang Anda dapat mulai dari melakukan analisa sebelum membeli atau menjual investasi, hingga tidak sembrono mengambil keputusan, sudah pasti akan membuat Anda terhindar dari berbagai perilaku negatif yang mengancam portofolio investasi. Dengan sebisa mungkin menghindarinya, Anda tentu akan bisa jadi investor yang lebih berpikiran terbuka dan pastinya sukses. Semangat!

  • Leverage 1:500
  • Min Deposit : $25
  • 50% Bonus setiap deposit
  • Perlindungan Saldo Negatif
  • Spread mulai 0,7 Pips
  • Platform: Metatrader MT4, MT5
  • Regulasi: IFSA (St. Vincent Grenadines)
  • Copy Trading
  • Akun Islami
  • Kontes !
  • Broker Forex & CFD Teregulasi Internasional
  • Min Deposit $100 ( Akun Standar )
  • Leverage hingga 1:3000
  • Platform Trading MT4,MT5, dan Terminal Trading
  • Bebas Biaya Komisi
  • Bonus $5 untuk pengguna akun baru
  • Tersedia akun Cen, Mikro dan Standar

Disclaimer On.

Pandangan diatas merupakan pandangan dari Sahamtop.com, Kami tidak bertanggung jawab terhadap keuntungan dan kerugian kamu sebagai investor dalam transaksi. Keputusan tetap ada pada Investor.