Negara-Negara yang Alami Resesi Ekonomi Akibat Covid-19

Sampai hari Selasa (8/9) pagi, pandemi Covid-19 sudah menyerang lebih dari 27,2 juta penduduk di dunia. Sejak pertama kali terdeteksi di Wuhan, China pada awal tahun 2020, penyakit yang disebabkan oleh virus SARS-CoV-2 ini tampaknya belum menunjukkan tanda mau berakhir.

Dari puluhan juta orang yang positif corona, 890 ribu dilaporkan meninggal meskipun ada 18,2 juta pasien lainnya berangsur sembuh.

Dengan terus semakin meningkat, kini tenaga medis dan para ilmuwan di berbagai negara berpacu dengan waktu untuk sesegera mungkin menemukan vaksin Covid-19.

Baca juga: Perjalanan Harga Emas Tahun 2020, Bakal Rp4,5 Juta Per Gram?

Bagaimana tidak, Covid-19 sudah membuat banyak hal menjadi sangat terpuruk terutama sektor ekonomi.

Banyak orang kehilangan pekerjaan dan tidak bisa melanjutkan bisnis mereka lantaran adanya kebijakan pembatasan sosial. Bahkan ketika wabah corona pertama kali muncul di semester pertama 2020, banyak negara menerapkan kebijakan lockdown yang membuat perekonomian mereka luluh lantak.

Kini memasuki September 2020, dilaporkan sedikitnya 18 negara memasuki jurang resesi karena mencatat pertumbuhan ekonomi negatif.

Bukan hanya negara berkembang, negara-negara maju yang mempunyai kekuatan ekonomi kokoh pun menyerah di hadapan wabah corona. Seperti apa fakta-fakta negara yang mengalami resesi ekonomi itu? Berikut akan kami bahas selengkapnya.

Negara-Negara Maju yang Alami Resesi Ekonomi

Kondisi perekonomian yang belum kembali seperti semula sekalipun sudah memasuki masa new normal, adalah penyebab utama kenapa banyak negara menjadi resesi.

Untuk menentukan sebuah negara memasuki fase resesi, indikatornya adalah melalui penurunan PDB (Produk Domestik Bruto).

Selain PDB yang anjlok, tanda-tanda resesi juga terlihat dari terpuruknya industri manufaktur, anjloknya penjualan ritel, terus merosotnya pendapatan riil sampai tingkat pengangguran yang tinggi.

Melihat masih panjangnya perjalanan Covid-19, hingga saat ini setidaknya ada 18 negara yang mengumumkan kalau mereka sudah memasuki fase resesi.

Pada awal September ini, salah satu negara maju yang resmi masuk resesi adalah Australia. Dilaporkan perekonomian Australia mengalami kontraksi 6,3% YoY (Year-on-Year) pada kuartal II-2020.

Dua kuartal berturut-turut mengalami pertumbuhan perekonomian negatif, ini adalah resesi pertama Australia dalam kurun waktu 30 tahun terakhir.

Negara Maju Benua Asia dan Eropa Terhantam Resesi

Dua bulan sebelum Australia, salah satu raksasa perekonomian Asia yakni Korea Selatan juga mengalami resesi teknis pertama pada Juni 2020 lalu.

Ini merupakan resesi teknis pertama bagi negara asal K-Pop itu sejak 2003. Saat itu Reuters melaporkan jika menurut bank sentral Korea Selatan, tingkat PDB mereka anjlok 3,3%.

Masih dari wilayah Asia, Hong Kong juga mengalami resesi. Cukup menyedihkan karena pada 2019, perekonomian Hong Kong bermasalah karena protes anti-pemerintah yang terjadi besar-besaran.

Senasib sepenanggungan, raksasa ekonomi dunia asal Asia yakni Jepang juga tergelincir ke jurang resesi untuk kali pertama sejak 4,5 tahun terakhir, seperti dilansir Kontan.

Baca juga: Mengenal Komunitas Investor Saham Pemula (ISP)

Pandemi Covid-19 dilaporkan menghantam sektor bisnis dan konsumen Negara Matahari Terbit sehingga PDB mereka menurun tahunan sebesar 3,4% pada kuartal I-2020.

Tak hanya kawasan Asia, segelintir negara maju di Eropa dan Amerika lainnya juga tak bisa menolak dari hantaman resesi di depan mata.

Contohnya seperti Jerman yang dilaporkan Reuters mengalami penyusutan PDB sebesar 10,1%, yang artinya mengalami kontraksi tertajam.

Jerman sendiri saat ini melaporkan adanya 254 ribu kasus positif Covid-19. Sama seperti Jerman, Swiss juga mengalami penurunan kuartal terburuk dalam 40 tahun terakhir, setelah perekonomian mereka menyusut minus 8,2% pada kuartal II-2020.

Menyusul Swiss, Prancis, Italia, Inggris, Polandia dan Spanyol yang menjadi negara maju di benua Eropa serta resmi mengalami resesi ekonomi.

Khusus untuk Spanyol, mereka menjadi salah satu perwakilan Eropa yang masuk dalam 10 besar negara dengan jumlah kasus positif Covid-19 terbesar di dunia. Dimana dilaporkan ada 526 ribu kasus corona di Spanyol dengan 29 ribu di antaranya meninggal dunia.

Covid-19 Terparah di Benua Amerika

Laporan pertumbuhan PDB Amerika Serikat secara tahunan
via Rivan Kurniawan

Beralih dari Eropa, ada dua negara di benua Amerika yang sudah melaporkan diri masuk jurang resesi yakni Brasil dan negara dikuasa, Amerika Serikat. Yang cukup miris, kedua negara ini menghuni posisi puncak jumlah kasus positif corona di dunia. Ada 6,4 juta kasus di Amerika Serikat dan 4,15 juta kasus di Brasil.

Aljazeera melaporkan kalau kontraksi ekonomi di Brasil mencetak rekor 9,7% (QoQ) pada kuartal II-2020. Sedangkan Amerika Serikat, pertumbuhan ekonominya negatif 32,9% pada kuartal I-2020.

Dengan jumlah kasus terbesar di dunia, tingkat konsumsi rumah tangga Amerika Serikat anjlok 25%. Bahkan dibandingkan periode Depresi Besar, kabarnya kondisi saat ini jadi yang terburuk bagi Negeri Paman Sam.

Covid-19 telah membuat Amerika Serikat, negara dengan nilai perekonomian terbesar di dunia, harus bertekuk lutut dan remuk redam, setelah mengalami kontraksi PDB terparah.

Fakta Resesi Ekonomi di Asia Tenggara

Bukan hanya negara-negara maju di kawasan Eropa dan Amerika saja, kawasan Asia Tenggara yang didominasi negara berkembang juga harus menguatkan diri menghadapi resesi ekonomi.

Bahkan menurut tradingeconomics, rata-rata pertumbuhan ekonomi negara Asia Tenggara mengalami minus pada kuartal II-2020.

resesi teknikal Asia Tenggara
via Rivan Kurniawan

Bahkan negara paling maju di Asia Tenggara yakni Singapura, pun tak berdaya. Hingga Senin (7/9) pagi, jumlah kasus positif Covid-19 di Singapura mencapai 57 ribu orang dengan 56 ribu di antaranya berhasil sembuh, serta 27 lainnya meninggal dunia.

Kendati sangat mampu mengendalikan wabah corona, PDB Singapura anjlok hingga memecahkan rekor sebesar 41,2% dalam tiga bulan terakhir.

Ketika banyak ahli ekonomi memprediksi kalau PDB Singapura bakal merosot 10,5% secara YoY, faktanya justru jadi 12,6%. Pertumbuhan ekonomi negatif ini jadi yang kedua kalinya secara berturut-turut bagi Singapura, sehingga mereka sudah pasti memasuki fase resesi teknis.

Laporan pertumbuhan PDB kuartalan milik Filipina
via Rivan Kurniawan

Senasib dengan Singapura, Filipina juga resmi masuk jurang resesi untuk kali pertama dalam kurun waktu 29 tahun terakhir. Secara YoY, pertumbuhan ekonomi kuartal II-2020 di Singapura mengalami kontraksi 16,5%.

Wabah corona di Filipina bahkan bisa dibilang lebih parah dari Indonesia, dimana kini ada lebih dari 239 ribu kasus dengan 185 ribu di antaranya sembuh dan 3.890 orang meninggal dunia.

Kondisi pandemi Covid-19 yang terus memburuk, membuat Filipina melakukan lockdown paling ketat sekaligus paling panjang di dunia, sehingga membuat perekonomian Filipina benar-benar terhantam.

Negara Asia Tenggara berikutnya yang juga akhirnya mengalami resesi ekonomi ialah Thailand.

Baca juga: 10 Saham Indonesia Masuk Kategori ASEAN Class (Laporan BEI 2019)

Dilansir Bloomberg, resesi ekonomi ini bahkan kabarnya jadi yang terburuk bagi Thailand dalam waktu 20 tahun terakhir.

Pada kuartal II-2020, pertumbuhan ekonomi Thailand negatif 12,2% jika dibandingkan tahun lalu. Terakhir, negara Asia Tenggara yang juga tergelincir ke jurang resesi adalah Malaysia.

Mencatat kasus positif Covid-19 sebanyak 9.459 orang dengan 9.124 di antaranya berhasil sembuh, sebetulnya wabah corona di Negeri Jiran sangatlah terkontrol.

Hanya saja rupanya perekonomian Malaysia merosot 17,1% pada kuartal II-2020 (YoY). Malaysia sendiri sudah menyebutkan kalau pertumbuhan ekonomi ini jadi yang terburuk dalam waktu 20 tahun terakhir.

Malaysia harus bertahan di tengah pandemi lantaran anjloknya pengeluaran konsumen dan kegiatan ekspor.

Indonesia Juga Bakal Masuki Resesi Ekonomi?

Tidak ada dalam daftar negara-negara maju dan berkembang yang mengalami resesi, apakah Indonesia sangat kuat dalam hal ekonomi? Tentu saja tidak. Karena lewat data tradingeconomics, dilaporkan jika PDB Indonesia terkontraksi hingga -5,32% YoY pada kuartal II-2020.

Data ini bahkan menjadi yang terendah sejak 1998. Karena 22 tahun lalu, perekonomian Indonesia minus ke level 13,13% ketika krisis moneter dan membuat kehidupan masyarakat benar-benar limbung. Sekadar informasi pada tahun 1998 itu, nilai tukar Rupiah anjlok sangat dalam dari Rp2.000 menjadi Rp17.000 yang membuat banyak orang kehilangan pekerjaan, lantaran perusahaan-perusahaan gulung tikar.

Pertumbuhan PDB Indonesia Tahunan
via Rivan Kurniawan

Dengan fakta itu, tampaknya bisa dipastikan kalau Indonesia memang sudah ada di ambang resesi. Setidaknya kini tanda-tanda kondisi semakin menuju kontraksi pertumbuhan ekonomi. Seperti apa? Dilansir Okezone, berikut beberapa tanda yang harus Anda pahami:

  1. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan kalau pada kuartal III nanti, perekonomian Indonesia bakal menghadapi tekanan. Bahkan mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu memprediksi kalau pertumbuuhan ekonomi Indonesia bakal minus 2%.
  2. Indonesia hingga Senin (7/9) sore Sudah mencatat kasus positif corona lebih dari 197 ribu orang. Dengan 141 ribu di antaranya berhasil sembuh, tapi 8.130 lain meninggal dunia. Semakin menggilanya Covid-19, membuat beberapa daerah masih menerapkan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) yang artinya mengganggu sektor perekonomian.
  3. Jelang berakhirnya kuartal III-2020, masyarakat tampaknya masih waspada. Kendati sudah new normal, banyak orang masih takut berbelanja atau berinvestasi yang membuat geliat aktivitas usaha jalan di tempat. Bahkan masih banyak sektor-sektor wisata dan hiburan, yang selama ini menyumbang banyak penghasilan belum beroperasional kembali.

Dengan seluruh pertanda yang semakin jelas saja, tak heran kalau akhirnya Indonesia cepat atau lambat akan memasuki kondisi resesi teknikal. Jika resesi adalah PDB menurun signifikan selama beberapa kuartal berturut-turut, bahkan lebih dari satu tahun, maka seperti apa resesi teknikal?

Pertumbuhan PDB Indonesia secara kuartalan
via Rivan Kurniawan

Dilansir rivankurniawan, resesi teknikal adalah kondisi dimana PDB minus dalam dua kuartal berturut-turut secara kuartalan.

Sementara itu jika menerut Menkeu Sri Mulyani soal indikator resesi ada pada pertumbuhan ekonomi tahunan, alih-alih kuartalan, maka bisa disimpulkan kalau perekonomian Indonesia baru kontraksi pada kuartal II-2020 yakni minus 5,32%.

Kalau dibandingkan perekonomian negara-negara lain entah negara berkembang atau negara maju baik di kawasan Asia Tenggara hingga dunia, kondisi perekonomian Indonesia saat ini sebetulnya tidak terlalu buruk. Bahkan banyak pihak cukup percaya diri kalau apa yang dialami Indonesia di kuartal II-2020 tak akan terjadi dalam waktu lama.

Namun meskipun begitu, kita juga tidak boleh gegabah dalam menghadapi kondisi ekonomi yang belum tentu lantaran pandemi Covid-19 ini.

Ada baiknya kini setiap pihak mulai kembali mengatur lagi urusan finansial, sehingga keuangan tetap stabil dan bisa melewati wabah corona bersama-sama. Tetap sehat jasmani, mental dan tentunya ekonomi.

  • Leverage 1:500
  • Min Deposit : $25
  • 50% Bonus setiap deposit
  • Perlindungan Saldo Negatif
  • Spread mulai 0,7 Pips
  • Platform: Metatrader MT4, MT5
  • Regulasi: IFSA (St. Vincent Grenadines)
  • Copy Trading
  • Akun Islami
  • Kontes !
  • Broker Forex & CFD Teregulasi Internasional
  • Min Deposit $100 ( Akun Standar )
  • Leverage hingga 1:3000
  • Platform Trading MT4,MT5, dan Terminal Trading
  • Bebas Biaya Komisi
  • Bonus $5 untuk pengguna akun baru
  • Tersedia akun Cen, Mikro dan Standar

Disclaimer On.

Pandangan diatas merupakan pandangan dari Sahamtop.com, Kami tidak bertanggung jawab terhadap keuntungan dan kerugian kamu sebagai investor dalam transaksi. Keputusan tetap ada pada Investor.

Tinggalkan komentar