Bagaimana Kebijakan Pemerintah Mampu Mempengaruhi Pergerakan Saham?

Tak ada yang bisa memungkiri betapa menjanjikannya keuntungan yang diperoleh dari investasi saham. Bahkan jika dibandingkan dengan instrumen lain yang sudah terpercaya seperti emas atau properti, saham tetap ada di posisi teratas yang menawarkan cuan melimpah.

Hal inilah yang membuat banyak orang begitu terpikat menjadi seorang investor saham. Hanya saja kadang para investor pemula itu tidak sadar kalau dunia pasar modal tidaklah selalu seindah yang dibayangkan.

Kok begitu?

Ya, pasar modal bisa dibilang sebagai pasar yang pergerakan harganya sangat cepat. Dalam sehari atau beberapa jam saja, harga saham bisa naik turun tanpa terkendali. Sehingga bukan tak mungkin kalau Anda yang sehari sebelumnya untung, keesokan harinya harus menderita kerugian.

Tak heran kalau akhirnya setiap investor saham dituntut memiliki mental kuat supaya siap menghadapi risiko kerugian yang begitu besar. Bagi Anda yang cuma ingin untung saja tanpa siap menerima kerugian, ada baiknya mengundurkan diri sebagai investor saham.

Baca juga: Apa itu Cum Date, Ex Date, Recording Date, dan Payment Date Dividen?

Kenapa Harga Saham Bisa Naik-Turun?

faktor penyebab harga saham naik turun
© pikisuperstar / Freepik

Semua hal di dunia ini jelas terikat dengan hukum sebab-akibat. Hal ini pula yang terjadi pada saham, sehingga harganya begitu fluktuatif. Seorang investor saham yang berpengalaman tentu tidak mempermasalahkan yang namanya pergerakan harga saham, bahkan dengan besaran dan arah yang tidak terduga.

Apalagi jika Anda memilih strategi value investing, harga saham yang naik turun bukanlah sesuatu yang aneh, malah begitu lumrah. Misalnya tiba-tiba saham blue chip harganya anjlok atau saham-saham gorengan naik signifikan, tidaklah perlu dihadapi dengan kecemasan berlebihan. Bahkan bisa saja ini merupakan potensi capital gain (keuntungan dari perdagangan saham).

Seperti dilansir OJK (Otoritas Jasa Keuangan), ada dua faktor utama penyebab harga saham terus bergerak naik-turun. Kedua faktor itu adalah faktor internal dan faktor eksternal.

Seperti namanya, faktor internal datang dari dalam perusahaan emiten, sementara eksternal dari luar. Supaya makin paham, berikut penjelasan singkatnya satu-persatu.

1. Fundamental Perusahaan

Ada alasan tersendiri kenapa perusahaan seperti BCA, bank Mandiri, BRI, Telkom, Unilever Indonesia dan Indofood disebut sebagai emiten-emiten blue chip di pasar modal. Tak lain karena perusahaan-perusahaan itu mempunyai fundamental yang baik mulai dari jajaran direksi, manajemen pengelolaan hingga laporan keuangan, sehingga tren harga sahamnya terus meningkat.

2. Aksi Korporasi Perusahaan

Kebijakan-kebijakan yang dilakukan jajaran manajemen perusahaan memiliki pengaruh dalam pergerakan harga saham. Karena kebijakan seperti aksi akuisisi, right issue, divestasi hingga merger langsung mengubah fundamental perusahaan.

3. Proyeksi Kinerja Perusahaan ke Depannya

Inilah faktor internal terakhir yang membuat pasar modal fluktuatif. Karena kinerja bisnis perusahaan menjadi acuan para investor dalam menganalisa performa emiten. Biasanya beberapa hal yang disorot seperti dividen tunai, tingkat rasio utang, rasio nilai buku atau PBV (Price to Book Value), EPS (Earnings Per Share) dan tingkat laba.

4. Fundamental Ekonomi Makro

Fundamental ekonomi makro adalah faktor eksternal pertama yang membuat harga saham naik-turun.

Ada beberapa hal yang masuk kategori ini seperti pergerakan suku bunga yang dipengaruhi kebijakan Bank Sentral Amerika (Federal Reserve), pergerakan suku bunga acuan BI (Bank Indonesia), nilai ekspor impor, tingkat inflasi dan pengangguran yang sedikit banyak disebabkan oleh kondisi sosial, politik dan keamanan sehingga harga saham bergejolak.

5. Nilai Tukar Rupiah

Nilai tukar mata uang sebuah negara juga mempengaruhi harga saham perusahaan. Jika emiten mempunyai beban hutang mata uang asing, jelas penurunan nilai tukar rupiah akan membuatnya merugi karena beban operasional meningkat.

Baca juga: 11 Daftar Saham Blue Chip Indonesia Tahun 2020

6. Kepanikan

Kepanikan yang dialami investor rupanya juga turut membuat harga saham berubah. Karena saat panik, investor cenderung menjual saham tanpa mempedulikan harganya, sehingga memicu tekanan jual dan akhirnya harga saham anjlok. Kondisi ini kerap disebut sebagai fenomena panic selling. Seperti namanya, panic selling dipicu oleh ketakutan dan emosi, alih-alih analisis rasional.

7. Rumor dan Manipulasi Pasar

Ada banyak rumor yang tidak jelas sumbernya di pasar modal, dan bisa membuat harga saham emiten terkoreksi entah naik atau turun mendadak. Bahkan ada pula aksi para investor berduit yang melakukan manipulasi pasar.

Biasanya hal ini dilakukan dengan bantuan media massa supaya harga saham tertentu bisa bergerak sesuai keinginan mereka. Hanya saja rumor dan aksi manipulatif ini tak bertahan lama karena aspek fundamental perusahaan sehingga harga saham kembali semula.

8. Kebijakan Pemerintah

Dan inilah hal eksternal sekaligus faktor terakhir yang ternyata memiliki pengaruh sangat besar dalam pergerakan harga saham. Bahkan sekalipun kebijakan pemerintah masih sekadar wacana dan belum ditetapkan, pasar modal biasanya langsung bergejolak.

Beberapa kebijakan pemerintah yang kerap membuat volatilitas harga saham seperti kebijakan ekspor-impor, kebijakan perseroan, kebijakan hutang hingga kebijakan PMA (Penanaman Modal Asing).

Hubungan Kebijakan Pemerintah dan Pasar Modal

Designed by macrovector_official / Freepik
© macrovector_official / Freepik

Dari penjelasan di atas, bukan tanpa alasan kalau kebijakan pemerintah dibahas pada bagian terakhir. Karena sebagai bagian dari faktor eksternal pemicu harga saham bergerak, kebijakan pemerintah faktanya memang bertanggung jawab pada betapa bergejolaknya pasar saham. Hanya saja tidak banyak investor yang sadar, padahal kebijakan pemerintah kerap membuat harga saham mengalami volatilitas cukup tajam.

Efek utama yang ditimbulkan kebijakan pemerintah di pasar modal adalah membuat pasar makin bergairah atau malah bikin pasar semakin cemas. Terutama bagi emiten yang terdaftar di BEI (Bursa Efek Indonesia), suka atau tidak suka, performa sahamnya akan dipengaruhi betul oleh kebijakan pemerintah.

Untuk itulah bagi Anda yang memang serius menggeluti profesi sebagai seorang investor dan ingin cerdas dalam berinvestasi, jangan pernah menutup informasi dari kebijakan pemerintah.

Sering-sering membaca berita ekonomi yang disiarkan luas melalui media massa, sehingga dengan begitu Anda semakin tahu apa yang tengah direncanakan dan hendak diterapkan pemerintah. Karena kebijakan sekecil apapun itu, akan membuat pasar modal bergerak.

Contoh-Contoh Kasus Kebijakan Pemerintah Menggerakkan Saham

Dalam beberapa tahun terakhir, campur tangan pemerintah melalui sejumlah kebijakan justru memicu sentimen negatif di pasar, sekalipun masih sekadar wacana. Hal inilah yang membuat investor harus jeli memperhatikan perilaku pemerintah terutama dalam kondisi perekonomian yang serba tidak pasti seperti sekarang ini.

Supaya makin paham betapa kebijakan pemerintah mempengaruhi pasar saham, berikut beberapa contoh kasusnya:

1. Isu Cukai Rokok

Pada bulan November 2018, pemerintah mengeluarkan kebijakan tidak akan menaikkan cukai rokok di tahun 2019. Kebijakan itu disambut positif oleh pasar, bahkan membuat saham dua perusahaan rokok terbesar di BEI yakni GGRM (Gudang Garam) dan HMSP (HM Sampoerna) meningkat, karena banyak diminati investor.

Namun kondisi berbeda terjadi pada September 2019, di mana pemerintah resmi mengeluarkan kebijakan kenaikan cukai rokok sebesar 21% di tahun 2020, yang mulai berlaku per Januari. Naiknya cukai rokok ini langsung meningkatkan HJE (Harga Jual Eceran) sampai 35%. Bisa ditebak, pasar langsung bereaksi negatif dan membuat saham GGRM dan HMSP merosot.

Baca juga: Apa Itu Indeks Saham LQ45? Tujuan, Kriteria dan Kabar Terbarunya

Tak main-main, hari di mana kebijakan kenaikan cukai rokok itu diumumkan, saham GGRM langsung anjlok sebesar 18% sementara HMSP sebesar 20%.

Bahkan sejak bulan September 2019 hingga Juli 2020, saham GGRM sudah merosot sebesar 32% dengan penurunan tertajam pada 19 Maret 2020, yang tercatat Rp32.900 per lembar saham.

Sementara untuk HMSP, juga anjlok sebesar 40% hingga awal Senin (6/7) sejak September 2019. Di mana nilai terendahnya juga terjadi pada hari yang sama dengan GGRM, sampai menyentuh Rp1.155 per lembar saham.

pergerakan saham GGRM 2019-2020
pergerakan saham HMSP 2019-2020

2. DMO Batubara

Bisa disimpulkan bahwa dalam dua tahum terakhir, performa emiten tambang batubara memang cukup muram. Semua bermula pada tahun 2018, di saat pemerintah mengeluarkan kebijakan alokasi DMO (Domestic Market Obligation) batubara. Dilansir Bisnis, pemerintah memutuskan batas atas harga batubara sebesar US$70 per ton terkait DMO tersebut.

Alokasi DMO ini membuat seluruh produsen batubara diwajibkan memenuhi kebutuhan batubara lokal sebesar 25% dari total produksi, padahal sebelumnya hanya beberapa perusahaan saja.

Menjadi masalah karena harga jual batubara DMO dengan kalori 6.322 kcal/kg sebesar US$70 per ton. Sementara harga jual batubara DMO berkadar kalori rendah yakni 4.200 – 5.700 kcal/kg bisa anjlok di bawah US$60 per ton.

Bisa ditebak, kebijakan DMO batubara ini langsung membuat emiten-emiten batubara terkoreksi. Khususnya emiten yang fokus pada penjualan domestik, penghasilan mereka bakal menurun.

Beberapa di antaranya adalah PTBA (Bukit Asam) dan ADRO (Adaro Energy), di mana sejak Maret 2018 hingga Juli 2020 ini, harga saham mereka menurun total sebesar 26% dan 46%.

pergerakan saham PTBA 2017-2020
pergerakan saham ADRO 2017-2020

3. Penurunan Harga Gas Industri

Melalui Perpres No.40 Tahun 2016 Tentang Penetapan Harga Gas Bumi, pemerintah menyetujui harga gas bumi sebesar US$6/MMBTU. Namun di sisi lain, PGAS (Perusahaan Gas Negara) justru ingin menaikkan harga jual gas pada akhir 2019 lalu. Di saat desas-desus kenaikan harga gas terjadi, pemerintah pada Januari 2020 justru meminta harga gas turun dengan segera.

Kebijakan pemerintah ini dengan segera langsung mempengaruhi kinerja PGAS. Anak usaha Pertamina itu bahkan memilih untuk mengurangi belanja modal karena ketidakpastian kebijakan pemerintah. Kacaunya koordinasi antarkementerian dalam kasus harga gas industri, memang membuat kebijakan di antara kementerian saling berlawanan.

pergerakan saham PGAS 2019-2020

Menurut Muhammad Alfatih selaku Senior Technical Portfolio Advisor Samuel Sekuritas kepada Kontan, penurunan harga gas oleh pemerintah tanpa diikuti kenaikan toll fee (tarif pengangkutan gas bumi), membuat arah pasar modal tidak pasti. Bahkan sekalipun pembatasan keuntungan BUMN bertujuan untuk masyarakat, tetap saja nilai saham yang turun bakal merugikan investor-investor kecil.

4. Kebijakan di Tengah Pandemi Covid-19

Empat bulan sudah Indonesia berjuang melawan pandemi Covid-19. Di mana pada Senin (6/7) sore kemarin, total positif Covid-19 di Indonesia telah menembus 64 ribu orang. Masih belum menurunnya kasus corona memang mempengaruhi perekonomian Tanah Air, begitu juga pasar modal.

Bahkan bisa dibilang, wabah corona ini semakin memukul kondisi IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan) yang sejak awal 2020 sudah menurun 29,25% ytd (year to date). Dengan catatan terendah IHSG sejak lima tahun terakhir adalah pada 24 Maret 2020 yakni di level 3.937. Ambruknya IHSG mau tak mau membuat pemerintah meluncurkan sejumlah kebijakan seperti auto rejection asimetris dan trading halt selama 30 menit, supaya tidak ada panic selling.

pergerakan saham IHSG 2019-2020

Pemerintah juga memerintahkan buyback saham tanpa harus melalui persetujuan RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham), supaya saham-saham yang diperdagangkan di BEI jadi seimbang. Atas berbagai kebijakan itu, BEI menyebut kalau hasilnya cukup efektif meredam anjloknya IHSG, bahkan IHSG bernasib lebih baik di April 2020. Saat pemerintah memutuskan penerapan new normal sejak Juni 2020, IHSG mulai bangkit lagi. Di mana pada Senin (6/7) kemarin, IHSG ditutup pada level 4.988.

Baca juga: 45 Saham LQ45 Tahun 2020 Lengkap dan Terbaru

Kesimpulan

Dari contoh-contoh di atas, terbukti bahwa kebijakan pemerintah memang memberikan pengaruh yang cukup besar pada pergerakan harga saham. Untuk itulah sudah sepatutnya seorang investor memang harus mengetahui gejolak ekonomi dan politik bangsa, supaya bisa menerapkan strategi yang tepat di pasar modal. Karena seperti halnya bisnis-bisnis lain, investasi saham tidaklah sulit asalkan Anda bisa menyiapkan diri menghadapi kemungkinan terburuk dan peka terhadap kondisi.

  • Leverage 1:500
  • Min Deposit : $25
  • 50% Bonus setiap deposit
  • Perlindungan Saldo Negatif
  • Spread mulai 0,7 Pips
  • Platform: Metatrader MT4, MT5
  • Regulasi: IFSA (St. Vincent Grenadines)
  • Copy Trading
  • Akun Islami
  • Kontes !
  • Broker Forex & CFD Teregulasi Internasional
  • Min Deposit $100 ( Akun Standar )
  • Leverage hingga 1:3000
  • Platform Trading MT4,MT5, dan Terminal Trading
  • Bebas Biaya Komisi
  • Bonus $5 untuk pengguna akun baru
  • Tersedia akun Cen, Mikro dan Standar

Disclaimer On.

Pandangan diatas merupakan pandangan dari Sahamtop.com, Kami tidak bertanggung jawab terhadap keuntungan dan kerugian kamu sebagai investor dalam transaksi. Keputusan tetap ada pada Investor.