Ini Dampak Terhadap Ekonomi RI Jika Melepaskan Dollar AS

Beberapa hari ini banyak berita berseliweran tentang Indonesia yang mau pelan – pelan mulai meninggalkan Dollar AS untuk standar transaksi lintas negara.

Kabar ini sontak memunculkan banyak respon dari para pengamat ekonomi baik itu yang pro maupun yang kontra.

Selama ini, transaksi perdagangan yang dilakukan antara Indonesia dengan negara lain menggunakan standar Dollar AS.

Misalnya untuk membayar pembelian barang ke China, Indonesia harus membayar dalam bentuk Dollar AS setelah pihak China juga mengkonversi harga barangnya ke Dollar AS.

Praktik ini lazim dilakukan oleh setiap negara di dunia saat ini. Karena harga Dollar AS merupakan mata uang yang cukup stabil karena negara Amerika sendiri merupakan penguasa ekonomi dunia.

Namun semakin lama, banyak negara yang merasa semakin kurang nyaman ketika hanya berpaku pada Dollar AS.

Hal ini disebabkan sebuah negara harus menjaga hubungan ekonomi yang baik dengan Amerika agar nilai tukar uang negara tersebut tidak terpaut sangat jauh dengan Dollar AS.

Dampak Terhadap Ekonomi RI Jika Melepaskan Dollar AS

Jika mata uang sebuah negara stabil terhadap Dollar AS, maka negara itu bisa lebih leluasa memperhitungkan aktifitas ekonomi dengan negara lain. Karena pembayarannya menggunakan Dollar AS.

Nah kini, Bank Indonesia mulai memperkenalkan kerangka kerja sama penyelesaian transaksi dengan mata uang lokal. Skema ini dinamai Local Currency Settlement (LCS) dalam transaksi perdagangan internasional dan investasi.

Sejumlah otoritas keuangan negara lain pun ikut menjalin kemitraan dengan BI dalam hal penguatan kerangka kerja sama LCS.

BI menjelaskan bahwa LCS framework adalah penyelesaian transaksi perdagangan antara dua negara yang dilakukan dalam mata uang masing-masing negara.

Transaksi settlement keuangan kemudian dilakukan di dalam yuridiksi wilayah negara masing-masing.

Sebenarnya Bank Indonesia sudah mulai menggunakan skema transaksi LCS ini sejak tahun 2018, yaitu dengan Bank Negara Malaysia (BNM).

Kerjasama ini merupakan upaya penguatan ekonomi antar dua negara tetangga. Kerjasama berupa proses penyelesaian transaksi menggunakan Rupiah-Ringgit antara kedua negara dengan kerangka LCS.

Kemudian pada tahun 2020 Indonesia juga mengadakan kesepakatan dengan Jepang untuk melakukan transaksi LCS, langsung antara Rupiah dan Yen.

Saat itu BI menyatakan bahwa penguatan kerangka kerja sama ini menunjukkan Indonesia dan Jepang tampak serius untuk meninggalkan Dollar AS dalam transaksi perdagangan dan investasi.

Untuk tahun 2021 ini, Bank Indonesia mulai mengadakan pembicaraan mengenai kerjasama LCS dengan beberapa negara mitra seperti India, Korea Selatan dan Filipina.

Dengan kerjasama LCS maka kedua negara yang bekerjasama bisa mengurangi ketergantungan terhadap Dollar AS.

Sehingga kedua mitra dagang, tidak perlu menukar dolar AS terlebih dahulu jika ingin melakukan transaksi perdagangan dan investasi.

Kesepakatan transaksi melalui LCS dengan setiap negara setidaknya mencakup dua hal.

Yaitu penggunaan kuotasi nilai tukar secara langsung serta perdagangan antar bank untuk mata uang negara tersebut dan rupiah.

Selain itu ada juga sesi sharing informasi dan diskusi secara berkala antar otoritas berwenang untuk memperkuat kerjasama ekonomi.

Sejauh ini Indonesia sudah menjalankan program LCS dengan Malaysia, Thailand, dan Jepang mencapai US$ 117,3 juta rata-rata setiap bulannya atau setara dengan Rp 1,68 triliun (kurs Rp 14.400/US$).

Namun diantara kerjasama tersebut, tentu rencana program LCS antara Indonesia dan China adalah yang paling menarik perhatian.

Program ini pula yang kemudian menjadi sorotan media, pasalnya sudah sejak jaman presiden Jokowi Indonesia banyak melakukan kerjasama dengan China.

Kini jumlah investasi China di Indonesia mencapai 3.51 milliar Dollar AS. Kerjasama ini paling banyak ada pada bidang infrastruktur dan transportasi.

Tren untuk melepaskan diri dari ketergantungan terhadap Dollar AS ini sudah lebih dahulu dimulai dari beberapa negara maju seperti Rusia, China, dan Jepang.

Kemudian secara perlahan, negara yang melakukan transaksi perdagangan dengan tiga negara tersebut juga diajak untuk melakukan transaksi secara langsung antar mata uang.

Khususnya di wilayah Asia Tenggara, Thailand dan Malaysia mengawali langkah ini lebih dulu. Kemudian disusul oleh Singapura dan Indonesia.

Keuntungan Melepas Dollar AS

Menurut Doddy Zulverdi, kepala hubungan internasional Bank Indonesia, mengatakan bahwa menggunakan kerangka LCS tidak serta merta menghilangkan kerugian.

Karena dalam proses pertukaran mata uang, dengan mata uang apapun. Resiko kerugian selalu ada.

Namun risikonya menjadi lebih tersebar, sehingga jika selama ini gejolak ekonomi AS selalu berimbas pada nilai tukar rupiah maka kini imbasnya bisa dikurangi.

Resiko tinggi jika hanya bersandar hanya pada satu mata uang adalah ketika ada gejolak di satu mata uang tersebut kemudian berimbas pada ekonomi Indonesia.

Maka strategi LCS yang menghadapkan rupiah langsung dengan mata uang negara mitra maka resiko bisa lebih terdistribusi.

Kalau sebelumnya selalu terekspos dengan dolar, tapi sekarang harapannya jika kita bertransaksi dengan negara yang menggunakan uang dolar risiko bisa berkurang,” papar Doddy.

Doddy juga menegaskan bahwa skema LCS merupakan upaya BI untuk memitigasi risiko melalui instrumen lindung nilai. Menurut Doddy hal ini mampu mengurangi kekhawatiran kalangan para pelaku bisnis.

“Dengan adanya instrumen perlindungan nilai, maka kita berupaya untuk meminimalisir resiko. Resiko pasti ada, namun akan terbagi dalam bagian – bagian kecil” Tambah Doddy.

Mengutip dari laman cnbcindonesia,com. Melepaskan ketergantungan juga akan mendorong peningkatan ekonomi Indonesia.

Saat ini ekonomi Indonesia sangat rentan akan pergerakan nilai tukar.

Misal dalam beberapa tahun terakhir, ketika ekonomi tumbuh tinggi kemudian kebutuhan impor melonjak seiring belum bisa disediakannya bahan baku di dalam negeri.

Baca juga, Tiga Faktor Utama Tingginya Minat IPO BUKA

Lonjakan impor tentu membutuhkan kesediaan uang Dollar AS oleh kalangan dunia usaha.

Belum lagi bila pada saat yang sama ada impor minyak oleh PT Pertamina persero dan kewajiban pembayaran utang oleh pemerintah.

Tentu kebutuhan akan Dollar oleh banyak pihak kemudian membuat harga Dollar jadi tinggi, Tentu ini akan menambah total kebutuhan Rupiah yang harus disiapkan.

Kasus diatas akan berbeda jika ada diferensiasi jika menggunakan beberapa mata uang yang berbeda untuk aktifitas perdagangan.

Dengan skema LCS, Bank Indonesia akan mengurangi ketergantungan akan nilai Dollar AS dan nilai tukar Rupiah bisa lebih stabil.

Ini sebagai langkah antisipatif untuk mengurangi pengaruh gejolak ekonomi global terhadap ekonomi Indonesia.

Meskipun skema LCS ini membutuhkan sosialisasi lebih luas lagi kepada kalangan dunia usaha dalam penggunaan mata uang selain dolar AS.

Dari sisi implementasi akan memerlukan penyesuaian lapangan, karena pengusaha belum terbiasa mata uang masing-masing dalam ekspor impor.

Perlu ada edukasi dan sosialisasi dari Bank Indonesia ke pihak perbankan dan pengusaha. Sosialisasi ini mencakup skema kerjasama, proses, dan keuntungan bagi dua pihak ini.

Transaksi LCS yang langsung menghadapkan Rupiah dengan mata uang negara mitra juga membuat efisiensi anggaran.

Karena Indonesia tidak perlu repot menukarkan Rupiah menjadi Dollar dan negara mitra perdagangan juga tidak perlu menukar kembali Dollar ke mata uang asli.

Bank Indonesia mencatat, bahwa ada efisiensi anggaran selama satu tahun terakhir ini dari skema LCS.

Setidaknya dalam sebulan rata-rata Indonesia berhasil mengurangi ketergantungan dolar AS sebesar US$ 117,3 juta rata-rata setiap bulannya atau setara dengan Rp 1,68 triliun.

Meski rasio implementasi transaksi LCS secara keseluruhan masih relatif rendah dibandingkan total perdagangan Indonesia dengan negara lain.

Namun melihat trend yang positif ini maka Bank Indonesia akan terus melakukan penguatan framework LCS dengan Jepang, Korsel, dan Malaysia.

Serta kampanye LCS juga akan dilakukan secara komprehensif, sehingga ke depannya diharapkan penggunaan LCS akan semakin meningkat.

Langkah beberapa negara dalam mengguncang dolar ini pasti menimbulkan ketidakpastian baru dalam ekonomi global.

Banyak negara harus mulai mewaspadai respon Amerika atas ditinggalkannya Dollar oleh beberapa negara. Seolah mereka akan melawan dominasi Amerika di pasar global.

Tentu Amerika tidak tinggal diam dan akan melakukan perlawanan. Bisa jadi Amerika akan mengeluarkan aturan baru sebagai respon.

Misalnya Presiden Joe Biden kemarin mengumumkan Executive Order agar para investor asal Amerika mencabut investasi mereka pada perusahaan China.

Baca yuk, 5 Bank Konvesional Yang Menjadi Bank Digital

Tentu ini akan menimbulkan iklim yang tidak baik dalam ekonomi global, namun bisa jadi peluang menarik bahwa negara yang saling meninggalkan Dollar AS ini bersatu untuk membentuk satu kekuatan ekonomi baru.

Jika kekuatan gabungan antar negara ini bisa menjadi alternatif dalam ekonomi global, tentu dalam jangka panjang mampu membawa keseimbangan.

Sehingga goncangan awal ekonomi yang timbul dalam penggunaan mata uang antarnegara, kemudian akan menciptakan sistem ekonomi moneter yang bebas guncangan.

  • Leverage 1:500
  • Min Deposit : $25
  • 50% Bonus setiap deposit
  • Perlindungan Saldo Negatif
  • Spread mulai 0,7 Pips
  • Platform: Metatrader MT4, MT5
  • Regulasi: IFSA (St. Vincent Grenadines)
  • Copy Trading
  • Akun Islami
  • Kontes !
  • Broker Forex & CFD Teregulasi Internasional
  • Min Deposit $100 ( Akun Standar )
  • Leverage hingga 1:3000
  • Platform Trading MT4,MT5, dan Terminal Trading
  • Bebas Biaya Komisi
  • Bonus $5 untuk pengguna akun baru
  • Tersedia akun Cen, Mikro dan Standar

Disclaimer On.

Pandangan diatas merupakan pandangan dari Sahamtop.com, Kami tidak bertanggung jawab terhadap keuntungan dan kerugian kamu sebagai investor dalam transaksi. Keputusan tetap ada pada Investor.

Tinggalkan komentar